Kamera digital kini semakin hari kian
popular berkat peningkatan teknologi disetiap elemen penyusunnya.
1.
Sejarah Kamera
Pada jaman dahulu orang sulit sekali untuk mengabadikan
sebuah momen, kejadian unik, bahkan kenangan yang tak terlupakan. Dahulu orang
juga harus melukis diatas kanvas untuk menggambarkan sebuah panorama, atau
karya rupa lainnya. Memang, untuk saat ini, dengan gadget murah saja anda bisa
mendapatkan gambar berkualitas premium. Inilah sebuah kenyataan, bahwa orang
sulit sekali mengerti bahwa masa lalu itu lebih penting dan perlu dihargai.
Seperti halnya kamera yang melalui berbagai perkembangan, dari hanya
merefleksikan cahaya, mencetak dalam film negatif (hitam-putih), mencetak dalam
film negatif (merah-hijau-biru) lalu kamera digital (sudah terintegrasi dengan
warna cyan, magenta, ku-ning dan hitam dengan total dimensi warna lebih dari
berjuta warna).
Dewasa ini telah marak penggunaan kamera digital dengan
resolusi terbaik guna mendapatkan kualitas gambar bagus. Saat ini telah
berkembang kamera-kamera dari brand atau vendor ternama dengan fitur lebih dan
dibumbui dengan efek sebagai pelengkap Kaptur gambar sang fotografer.
Pada waktu dulu, untuk mengabadikan apa yang dilihat oleh
mata telah dimulai sejak 336 Sebelum Masehi (SM). Pada waktu itu Aristoteles
memperkenalkan sebuah teknologi “Lubang
Jarum”. Aristoteles mengatakan bahwa cahaya yang melewati lubang kecil akan
membentuk bayangan atau gambar/image dengan kesan kabur. Metode yang
diperkenalkan Aristoteles inilah yang dijadikan prinsip dasar teori yang terus
digunakan dalam pengembangan teknologi fotografi.
Berawal dari prinsip tersebut, ide awal kamera pun muncul
dari sebuah alat serupa yang dikenal dengan Kamera
Obscura yang
merupakan kotak sederhana (kotak kayu untuk dan beberapa cermin untuk
memantulkan cahaya) yang belum dilengkapi dengan film untuk menangkap gambar
atau bayangan.
(Gambar kamera obscura)
Girolamo Cardano yaitu seorang
filsuf dari Milan, Roma yang hidup pada abad pada abad 16. Girolamo lahir pada 24 September 1501,
melengkapi kamera obscura dengan lensa pada
bagian depan kamera obscura tersebut. Meski demikian, bayangan yang dihasilkan ternyata
tidak tahan lama, sehingga penemuan Girolamo belum dianggap sebagai dunia
fotografi. Pada tahun 1727 Johann
Scultze dalam
penelitiannya menemukan bahwa garam perak sangat peka terhada cahaya namun
beliau belum menemukan konsep bagaimana langkah untuk meneruskan gagasannya.
Pada tahun 1826, Joseph Nicepore Niepce mempublikasikan gambar dari bayangan yang dihasilkan
kameranya, yang berupa gambaran kabur atap-atap rumah pada sebuah lempengan
campuran timah yang dipekakan yang kemudian dikenal sebagai foto pertama.
Kemudian, pada tahun 1839, Louis Daguerre mempublikasikan temuannya berupa gambar yang dihasilkan dari
bayangan sebuah jalan di Paris pada sebuah pelat tembaga berlapis
perak. Daguerre yang mengadakan kongsi pada tahun 1829 dengan
Niepce meneruskan program pengembangan kamera, meski Niepce meninggal dunia
pada 1833, mengembangkan kamera yang dikenal sebagai kamera daguerreotype yang dianggap praktis dalam dunia fotografi, dimana sebagai imbalan atas
temuannya, Pemerintah Perancis memberikan hadiah uang pensiun
seumur hidup kepada Daguerre dan keluarga Niepce. Kamera daguerreotype kemudian
berkembang menjadi kamera yang dikembangkan sekarang.
2.
Teknologi Kamera Saat Ini
Dalam kurun waktu 35 tahun sejak
pertama kali pertama ditemukan, kamera digital telah berkembang pesat. Saat
ini, mungkin anda dapat dengan mudah menemukan perangkat ini dimana-mana,
bahkan pada perangkat smartphone Anda
karena teknologi tersebut sudah menjadi fitur wajib yang diintergrasikan
bersama ponsel.
Hadirnya teknologi kamera digital
memang sedikit demi sedikit memudarkan kamera konvensional atau kamera film
karena lebih praktis dan hasilnya cetak yang dapat dilakuykan instan. Namun,
kedua teknologi ini menggunakan prinsip yang sama, yaitu memfokuskan cahaya
dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya (film
negative untuk kamera konvensional dan sensor untuk kamera modern). Medium yang
dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghasilkan bayangan
yang identik dengan cahaya yang memasuki medium pembias (lensa).
Dari segi optis, teknologi pada
kamera digital tidak berbeda jauh dengan teknologi kamera film. Keduanya
menggunakan sejumlah elemen yang sama sepe rti penggunaan lensa dan diafragma
yang dapat mengatur jumlah cahaya yang dibutuhkan layaknya fungsi iris pada
mata kita. Perbedaan mendasar antara kamera digital dan kamera konvensional
terletak pada pemrosesan dan pengolahan gambar. Kamera konvensional menggunakan
proses reaksi kimia dan mekanik yang dipicu oleh cahaya dan hasil gambar akan
terekam dalam film, sedangkan pada kamera digital, seluruh proses dikerjakan
secara komputerisasi dan hasil gambar akan terekam secara elektronis pada
sensor.
Pada perkembangannya, kamera digital
tidak serta-merta menggantikan jenis kamera konvensional karena faktor kualitas
gambar pada kamera konvensional masih lebih baik. Namun, seiring peningkatan
teknologinya, kamera digital secara rapid berkembang dan kian populer hingga
saat ini.
Cara Kerja Kamera Kamera yang kita
kenal sebetulnya mengadaptasi prinsip kerja mata kita. Pada kamera, gambar yang
dibentuk oleh bayangan objek dituangkan pada film, sedangkan pada mata kita,
gambar bayangan yang dibentuk dituangkan pada retina mata. Kamera terdiri atas
sebuah lensa cembung dan film. Saat menekan tombol Shurrer pada kamera,
terdapat proses yang sangat cepat dalam menangkap gambar. Pantulan cahaya dari
benda yang ada di depan kamera masuk ke kamera lalu mengenai lensa cembung.
Selanjutnya, lensa cembung ini yang akan memfokuskan cahaya yang diterima
berupa bayangan terbalik ke suatu medium yang disebut film yang sangat peka
cahaya. Proses kimia terjadi saat film terkena cahaya dan membentuk sebuah pola
gambar. Hanya bagian film yang terkena cahaya yang akan terbakar dan hangus,
sedangkan bagian yang lainnya tetap.
Film yang digunakan untuk foto hitam
putih rnenggunakan satu lapis senyawa garam perak halida, sedangkan untuk foto
berwarna rnenggunakan minimal 3 lapis senyawa garam perak halida. Hasil dari
penangkapan film adalah sebuah lernbaran hiram yang disebut negatif. Kemudian,
film dicetak pada kertas fo.. Pada proses ini, arang sisa film yang terbakar
karena terkena cahaya akan terbuang sehingga lapisan film menjadi putih/
transparan, sedangkan yang tidak terbakar tetap haam. Proses selanjutnya adalab
mentransfer film (negatif) ke atas kertas foto (positif) atau disebut dengan proses
pencetakan. Kertas yang digunakan untuk mencetak foto adalah kertas khusus yang
dilapisi senyawa ferro. Proses pencerakan atau pencucian foto harus dilakukan
pada ruang gelap karena cahaya dapat merusak hasil film yang sangat mudah
terbakar. Saat ini, untuk mencetak sebuah gambar pada kerras foto sudah tidak
menggunakan kertas film lagi. Kini, kamera modern yang disebut kamera digital
menggunakan proses elektronik dan menyimpan gambar hasil pemotretan pada sebuah
kartu (memory card). Hasil foto bisa dilihat secara langsung secara digital
tanpa harus melalui proses pencetakan terlebih dahulu.
Transducer Kamera Jika pada karnera
konvensional digunakan media film (negative film) untuk menangkap cahaya
(gambar), maka pada kamera digital digunakan sensor atau lebih teparnya
transducer. Dikatakan transducer karena sensor ini umumnya sudah
mengintegrasikan perangkat ADC (Analog to Digital Converter)di dalamnya.
Transducer ini berbentuk chip yang terletak tepat di belakang lensa. Semakin
banyak pixel yang ditangkap, semakin detail gambar yang dihasilkan. Terdapat
dua jenis transducer yang digunakan pada pencitraan digital, yaitu CCD (Charged
Coupled Devicel) dan CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) yang
terdiri dari jutaan pixel lebih.
Kedua teknologi ini memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing, tergantung pada implementasinya. Baik
CCD maupun CMOS, keduanya berfungsi mengonversi cahaya menjadi elektron. Pada
teknologi CCD, prinsip yang digunakan serupa dengan prinsip kerja solar cell.
CCD tersusun dari ribuan hingga jutaan solar cell berukuran ml-ken. Ketika
transducer ini menangkap cahaya melalui photosite, transducer akan
mengonversinya menjadi nilai digital (diskrit) sesuai dengan jumlah muatan
listrik pada tiap photosite. Saat pengukuran, nilai muatan listrik akan
diterjemahkan dalam nilai biner. Kelebihan yang dimiliki CCD terletak pada
rendahnya noise dan kualitas gambar yang dihasilkannya. Namun, CDD membutuhkan
daya yang lebih besar, yaitu mencapai sepuluh kali lipat dari yang dibutuhkan
CMOS. Pada CMOS, beberapa transistor diterapkan berdekatan dengan photodiode
sehingga banyak foton (partikel cahaya) yang menumbuk transistor. Ini
menyebabkan rendahnya sensitivitas yang dimiliki transducer sehingga
menghindari terjadinya blooming effect. CMOS juga memiliki kelebihan, yaitu
harga yang lebih murah dan daya listrik yang lebih rendah dibandingkan CCD.
Kelemahan pada CMOS dapat ditemui saat Anda mengambil objek bergerak, yaitu
akan terjadi distorsi pada latar belakang objek tersebut. Awalnya, penggunaan
CCD lebih dominan saat kali pertama dikembangkan sekitar tahun 1969 karma CCD
memberikan hasil gambar yang lebih unggul dengan menggunakan teknologi
fabrikasi yang tersedia,
sedangkan CMOS memerlukan fitur yang
lebih kecil dari teknologi fabrikasi wafer silikon yang tersedia saat itu. Pada
tahun 1990an, par ilmuwan mulai mengembangkan kembali teknologi CMOS sebagai
image sensor. Ini didasarkan pads harapan penggunaan konsumsi daya yang lebih
rendah, biaya fabrikasi yang lebih rendah, dan integrasi pada perangkat
hardware lain, seperti ponsel.
Perbandingan antara CCD dan CMOS bisa
dianalogikan seperti perbandingan antara jeruk dan apel karena keduanya
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Baik CCD maupun CMOS, dapat menawarkan pencitraan yang sangat baik
bila dirancang dengan tepat. CCD umumnya diimplementasikan untuk tujuan ilmiah,
fotografi, dan industri yang menuntut kualitas gambar yang tinggi dengan
mengorbankan ukuran perangkat atau sistem. Berbeda dengan CCD, CMOS lebih
diarahkan pads perangkat terintegrasi seperti ponsel karena memungkinkan ukuran
sistem yang lebih kecil. Namun, desainer CMOS berupaya secara intensif
mengembangkan teknologinya agar mencapai performa dan kualitas gambar yang
lebih tinggi, sedangkan desainer CCD berupaya mengembangkan teknologinya agar
dapat diterapkan pada perangkat terintegrasi. Dengan begitu, tidak menutup
kernungkinan jika nantinya Anda dapat menjumpai teknologi CCD pada perangkat
ponsel atauteknologi CMOS berperforma tinggi pada perangkat incInstri sehingga
akan mengaburkan stereotip sebelumnya.
Image Resolution Image resolufion
atau resolusi gambar adalah istilah umum yang menjelaskan detail yang berkaitan
dengan gambar. Resolusi sering kali diidentifikasi dengan lebar dan tinggi
gambar serta jumlah pixel dalam gambar. Misalnya, gambar dengan ukuran lebar
2.048 pixel dan tinggi 1.536 pixel (2.048 x 1.536), maka ukuran pixebnya adalah
3.145.728 pixel (atau 3,1 Megapixels). Banyaknya jumlah pixel pada sensor
menunjukkan bahwa resolusilah yang menentukan seberapa detail sebuah gambar
bisa dihasilkan. Semakin tinggi resolusi dari sebuah gambar maka akan semakin
besar ukuran cetak maksimalnya. Jika diperhatikan, sering kali nilai hitungan
pixel dianggap sudah cukup menunjukkan resolusi suatu kamera. Hal ini
sebetulnya kurang tepat karena banyak faktor lain yang juga turut me-mengaruhi
resolusi sensor, di antaranya faktor teknis seperti ukuran sensor dan
penggunaan ADC yang terintegrasi bersama sensor. Pada beberapa perangkat
penggunaan ADC tersebut biasanya mengambil ru-ang tepi sensor. Akibatnya,
sering kali terjadi distorsi pada gambar karena cahaya yang masuk ke lensa
langsung mengenai sirkuit ADC. Untuk men-gatasi hal tersebut biasanya disiasati
dengan menghitamkan permukaan ADC tersebut untuk menghilangkan distorsi
tersebut. Faktor lain seperti penggunaan filter juga turut memengaruhi resolusi
kamera. Kamera dengan penggun2an boyer filter (co/our) memiliki resolusi lebih
rendah dibandingkan kamera tanpa bayer filter (monochrouie).
Color Filter Array Co/or Filter Array
(CFA) adalah sebuah mosaik dari colour filter yang diletakkan di bagian atas
sensor kamera dan akan bekerj a dengan melakukan proses filterisasi cahaya yang
jatuh ke atas sensor, khusus untuk warna dasar red, green, dan blue.
Konfigurasi CFA yang paling sering digunakan adalah pola dengan kolom yang
terdiri atas warna merah (R) dan hijau (G) dan baris yang terdiri atas warna
biru (B) dan hijau (G). Pola tersebut memiliki dominasi warna hijau yang lebih
banyak dibandingkan warna merah dan biru. Ini menyesuaikan dengan sensitivitas
visual mata manusia (HVS) yang terletak pada suatu medium panjang gelombang
yang sesuai dengan bagian hijau dari spektrum warna.
Penggunaan CFA dimaksudkan agar hasil cetak pada
gambar memiliki warna. lni disebabkan photosite pada sensor tidak dapat
mengenali warna dan hanya mampu mengenali jumlah intensitas cahaya. Filter akan
menyaring cahaya yang masuk berdasarkan pan-jang gelombang sehingga mampu
mem-bedakan informasi warna cahaya yang melewatinya. Setelah melalui tahap
filterisasi, hasil gambar mungkin sudah mulai tam-pak, tetapi hasilnya belum
memenuhi kriteria hasil gambar yang diinginkan atau full colour. Oleh karena
itu, harus dilakukan tahap penyempurnaan lain. Pixel-pixel yang hilang pada
setiap layer warna diestimasi berdasarkan nilai dari pixel tetangganya dan juga
berdasarkan informasi dari cbannel warna lain dengan menggunakan algoritma
dernosaicing atau interpolasi yang ada dalam kamera. Dengan begitu, kombinasi
layer-layer warna yang telah diproses akan menghasilkan gambar sesuai yang kita
inginkan.